Aspal Buton, "Mantan Primadona Aspal"

 
Aspal Buton merupakan aspal alami yang dulu sangat digandrungi oleh dunia konstruksi jalan. Aspal ini merupakan (sampai saat ini) satu-satunya aspal alami yang ada di Indonesia. Aspal ini terdapat di Pulau Buton (sebuah pulau yang terdapat di sebelah tenggara Sulawesi). Karena hanya terdapat di pulau tersebut, maka disebut ASPAL BUTON.


Pulau Buton sepanjang tahun 1970-1980an terkenal dengan aspal alamnya. Tapi itu dulu. Kini aspal banyak diimpor.
Aspal Buton atau yang dikenal dengan asbuton ditemukan sekitar tahun 1924 oleh geolog Belanda bernama WH Hetzel Asbuton dan mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak 1926.
 
Pulau di bagian tenggara Sulawesi ini menyimpan sekitar 80 persen dari total cadangan aspal alam dunia. Sisanya ada di Trinidad, Meksiko dan Kanada.
Aspal Buton bukan sembarang aspal. 
Menurut Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun, aspal Buton terbentuk dari lapisan minyak di perut Bumi yang terperangkap di dalam lapisan Bumi. 
Kandungan minyak itu lama kelamaan naik dan bercampur tanah dan bebatuan di lapisan atas. 
"Jadi minyak itu kan biasanya ada di lapisan dalam, di atasnya ada batu-batuan dan tanah. Lalu minyak yang terperangkap itu naik ke batu-batuan dan tanah itu. Buton ini kan daerah patahan, jadi itulah istimewanya aspal Buton, mengandung minyak," jelasnya.
Aspal jenis ini, menurut Samsu, hanya ada di kawasan Lawale di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
"Di sana tidak perlu menggali, menumpuk di pertambangan. Jika digali hingga kedalaman 1.000 meter ke bawah itu sudah ditemukan aspalnya. Padahal kalau tambang aspal atau minyak biasa baru bisa ditemukan setelah kedalaman 3.800 meter," tuturnya.
Menurut Samsu, sebenarnya keberadaan aspal minyak potensial bagi negeri Tana Wolio itu karena bisa diproses lebih lanjut untuk menghasilkan minyak dan aspal.
Ia menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Buton dan China telah melakukan penjajakan untuk mengembangkan teknologi yang bisa digunakan untuk memisahkan aspal dan minyak dalam aspal Buton.
Teknologi itu, kata dia, bisa digunakan untuk memisahkan aspal dan minyak dalam 700 ton sampai 800 ton aspal dengan hasil satu ton minyak pada setiap lima ton aspal yang diolah.

"Bayangkan berapa harga minyak saat ini jika kapasitas produksinya sebesar itu, bisa 100 dolar AS lebih, belum lagi dengan demikian juga kita tidak perlu impor aspal atau minyak," katanya.

Samsu mengaku pernah meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memberikan keistimewaan kepada Buton dalam penambangan mineral dan batubara supaya bisa memaksimalkan pengolahan aspal.

"Aspal Buton ini 'kan cuma ada di sini, tidak ada dimana-mana, lagipula belum pernah ada eksplorasi besar-besaran meski potensinya besar," katanya.

Pemerintah Kabupaten Buton, lanjut dia, juga meminta pemerintah pusat membantu perbaikan infrastruktur guna mendorong investasi di daerah yang kaya aspal itu.
"Pokoknya bagaimana agar pemerintah pusat bisa mendukung pengelolaan aspal ini," katanya.

Samsu menambahkan saat ini sudah ada tiga negara yang melirik potensi asbuton yakni China, Jerman dan Amerika. 
Mereka bahkan telah menandatangi kontrak untuk menjajaki potensi aspal Buton yang mengandung minyak.

Bupati yang baru satu tahun menjabat itu menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Buton melonjak dari Rp20 miliar menjadi Rp300 miliar per tahun.

"Perhitungannya seperti ini, jika satu investor bisa berikan kontribusi satu ton aspal hingga lima dolar AS, maka produksi 60 juta ton per tahun dikalikan lima dolar AS sama dengan Rp300 miliar," jelasnya.

Area Lawale yang kaya akan aspal alam pernah dikelola oleh PT Perusahaan Aspal Negara sebelum akhirnya diambilalih perusahaan milik PT Wijaya Karya Tbk, PT Sarana Karya (Persero). 

Pemerintah Kabupaten Buton sejak 2012 membentuk Perusahaan Daerah khusus untuk mengelola potensi aspal tersebut.

Aspal yang tersebar di 43.000 hektare area di Pulau Buton diyakini tak akan habis hingga 300 tahun karena pasokannya yang melimpah. 

Pemerintah dan warga Kabupaten Buton berharap asbuton bisa kembali berjaya supaya daerah mereka bisa makmur.

Editor: Maryati
COPYRIGHT © 2013

Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan hal-hal yang positif. Terima Kasih :D